Tantangan Pemberdayaan Disabilitas di Indonesia

Disabilitas merupakan setiap individu yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam waktu yang lama serta mengalami kesulitan dan hambatan dalam berinteraksi dan berpartisipasi secara penuh dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ada berbagai macam penyandang disabilitas yang meliputi, disabilitas sensorik, disabilitas fisik, disabilitas intelektual, dan disabilitas mental (Dinkes, 2018). Indonesia sendiri memiliki presentase difabel sebanyak 10% menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang mana jumlahnya sebanyak 22,5 juta jiwa pada tahun 2020 sementara menurut Survei Ekonomi Nasional (Susenas) sebanyak 28,05 juta jiwa (Kompas.com, 2023).

Di dalam pandangan hak asasi manusia penyandang disabilitas memiliki kedudukan hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat. Negara juga telah mengatur hukum terkait penyandang disabilitas hal tersebut tertuang di dalam UU No. 8 Tahun 2016 yang mana di dalam undang-undang tersebut tersirat upaya untuk mewujudkan kesamaan hak dan peluang bagi penyandang disabilitas untuk menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa deskriminasi. Namun, di dalam praktiknya masih di rasa kurang. Kaum disabilitas sangat rentan terhadap deskriminasi, undang-undang dan peran negara masih dirasa belum cukup melindungi kaum disabilitas. Hal tersebut dapat di lihat bagaimana pemerintah masih belum memaksimalkan kesadaran masyarakat terhadap kaum difabel, selain itu masih kurangnya perhatian pemerintah dalam ekonomi dari pandangan kesejahteraan kaum difabel yang harus mendapatkan dukungan khusus dan fasilitas khusus baik dalam pendidikan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari khususnya bagi kaum difabel yang kurang mampu. (ugm.ac.id, 2015) Di samping hal tersebut, deskriminasi juga sering di temukan di dalam partisipasi politik baik hak untuk memilih dan dipilih serta kebebasan berekspresi dan memberikan pendapat dengan begitu pemerintah perlu memfasilitasi ruang politik yang ramah bagi penyandang disabilitas agar tercapaimya ruang politik yang non-deskriminatif.

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terbilang masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas yang ditandandai dengan ditemukannya laporan kekerasan terkait kekerasan terhadap penyandang disabilitas sebanyak 987 pada tahun 2022.  Pengetahuan masyarakat dan kesadaran masyakrakat akan penyandang disabilitas masih tergolong kurang padahal hal tersebut sangat berperan penting dalam kestabilan, kelayakan, dan keadilan kehidupan penyandang disabilitas. Besar dampak baik yang akan di hasilkan apabila pemerintah dan masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran akan hal ini. Di Indonesia sendiri masih sering kita jumpai kasus deskriminasi terhadap penyandang disabilitas, baik di dalam pekerjaan, pendidikan, politik dan kehidupan sehari-hari. Beberapa kasus yang sempat tersorot terkait penyandang disabilitas adalah kasus dokter gigi yang bernama Romi Syofpa Ismael tidak di terima menjadi seorang PNS dengan alasan penyandang disabilitas walaupun dari segi kapabilitas ia adalah CPNS dengan nilai terbaik dan mendapatkan ranking pertama, selain itu ada pula deskriminasi yang di alami oleh Yayasan Penyandang Disabilitas (Yayasan Ananda Mutiara Indonesia) di Sidoarjo, Jawa Timur, mereka mendapatkan perlakuan yang deskriminatif di wilayah setempat bahkan oleh pemerintah setempat serta institusi pendidikan. Pengurus Yayasan menyatakan bahwa perlakuan deskriminatif merupakan suatu hal yang biasa mereka alami dan merupakan maanan sehari-hari mereka.

Pandangan masyarakat yang masih menganggap bahwa penyandang disabilitas merupakan orang yang berbeda dan menganggap mereka “aneh” dan cenderung negatif merupakan sesuatu yang harus di benahi sebab hal tersebut sangat berdampak besar bagi psikis para penyangdang disabilitas. Selain itu peran keluarga yang masih memiliki rasa malu apabila mendapati anggota keluarga yang merupakan penyandang disabilitas juga perlu di benahi.  Pandangan masyarakat dan keluarga sangat berperan penting bagi kelayakan dan kenyamanan penyaandang disabilitas sebab dengan adanya penerimaan dan sikap saling menghargai dari masyarakat setempat dapat mendorong pemerataan hak-hak yang akan di dapatkan oleh penyandang disabilitas. Selain itu, pemerintah juga harus menyadarkan seluruh instansi publik dan instansi pemerintahan bahwa penyandang disabilitas merupakan manusia yang memiliki hak yang sama derajatnya seperti manusia pada umumnya walaupun memang secara prosedural pemerintah telah membuat undang-undang terkait hal tersebut. Penekanan praktik secara menyeluruh merupakan hal yang di rasa perlu di lakukan oleh seluruh lapisan masyarakat agar pemerataan hak penyandang disabilitas dapat secara efektif terpenuhi serta terciptanya kehidupan non-deskriminatif .  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVOLUSI PERANCIS TERHADAP PERKEMBANGAN LIBERALISME EROPA